SELAMAT DATANG DI DUNIA MATEMATIKA

22 Desember 2009

MENGAJAR, PEMBELAJARAN DAN MATEMATIKA

Pearson (1989) mengatakan bahwa tujuan mengajar adalah menyempurnakan pembelajaran. Dengan menggunakan sebuah studi pengajaran matematika, kita akan memahami cara bagaimana pengajaran matematika menyempunakan pembelajaran matematika. Studi seperti itu memberikan pengertian yang mendalam bagaimana pengajaran matematika berkembang atau dapat meningkatkan hasil pembelajaran matematika pada siswa. Tentu saja pengajaran tidak berkembang secara abstrak, tetapi melalui pertumbuhan pengetahuan dan pengalaman guru matematika dalam mengajar. Secara perspektif dan praktis pendidik bekerja dengan guru untuk membantu perkembangan dan memfasilitasi guru dalam pembelajaran matematika. Kegiatan penelitian pada tingkatan ini adalah mengusahakan pembelajaran pada diri sendiri. Kemudian guru, pendidik, dan peneliti mengintegrasian kegiatan penelitian dan praktek studi pembelajaran yang mendasar.
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki obyek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan eksplorasi dan eksperimen sebagai alat pemecahaan masalah melalui pola pikir dan model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat. Karena itu diperlukan kemampuan untuk memperoleh, dan mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran, antara lain berpikir sistematis, logis, kritis yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika.
Kemajuan suatu bangsa tercermin pada keberlangsungan pendidikan bangsa itu. Bangsa dengan tingkat pendidikan yang memadai diyakini mampu menciptakan kehidupan yang beradap. Artinya peningkatan mutu pendidikan dianggap sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian yang besar agar kita dapat mengejar ketertinggalan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi yang mutlak kita perlukan untuk mengisi pembangunan.
Guru memegang peran strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut, peran guru sulit digantikan oleh yang lain. Dipandang dari dimensi tehnologi peran guru tetap dominan sekalipun tehnologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini disebabkan ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran, yang diperankan oleh guru yang tidak dapat digantikan oleh tehnologi.
Peningkatan kualitas pendidikan dasar harus dilaksanakan secara terpadu, sistematis, bertahap dan berkesinambungan. Hal ini dilaksanakan terhadap:
1. Kesiswaan, terutama yang menyangkut aspek terjadinya drop out dan mengulang kelas, pembinaan pertumbuhan fisik siswa dan pembinaan mutu proses dan hasil belajarnya.
2. Ketenangan, baik guru maupun non guru.
3. Kurikulum serta sarana dan prasarana.
4. Penyediaan dana dan pengelolaannya.
5. Organisasi dan majemen sekolah.
6. Proses belajar mengajar.
7. Kerjasama sekolah dan masyarakat melelui komite sekolah.
Seringkali dalam pembelajaran matematika di kelas guru mendominasi kegiatan tersebut. Poros pembelajaran mutlak ada pada guru, sehingga proses belajar mengajar berjalan satu arah. Guru kurang mampu mengakomodasi permasalahan siswa-siswanya. Hal ini karena dengan jumlah jam mengajar yang terbatas, guru dituntut melaksanakan pembelajaran yang selalu menguras tenaga dan pikiran dengan model pembelajaran konvensional.
Dengan model pembelajaran konvensional siswa seakan hanya sebagai obyek pembelajaran. Setiap individu siswa pasti mempunyai tingkat pemahaman materi yang berbeda-beda. Mereka juga memiliki tingkat permasalahan yang berbeda-beda. Artinya dengan model pembelajaran yang mengesampingkan peran siswa akan memberikan dampak kurang baik pada prestasi belajarnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat. Karena itu diperlukan kemampuan untuk memperoleh, dan mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran, antara lain berpikir sistematis, logis, kritis yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika.

readmore »»  

Indahnya Punya Pemimpin Cerdas Spiritual

Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Baik pemimpin negara, daerah, kantor, atau bahkan pemimpin rumah tangga. Ada 4 kecerdasan yang diperlukan, yaitu kecerdasan fisik, intelegensi, mental dan spritual.
Kecerdasan spiritual memberi kita kemampuan membedakan kecerdasan spiritual memberi kita rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku, dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk bergulat dengan ihwal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan. Tidak semua orang yang pengetahuan agamanya luas atau tekun beribadah bisa menjadi pemimpin yang berkecerdasan spiritual.
Menurut Joe Loper ciri-ciri orang berkecerdasan spiritual tinggi adalah sebagai berikut:
1. Fleksibel (luwes), baik dalam sikap maupun cara berpikir
2. Kemampuan refleksi tinggi
3. Kesadaran terhadap diri dan lingkungan tinggi
4. Kemampuan berkontemplasi tinggi
5. Berfikir secara holistik (mengaitkan satu dengan lain hal)
6. Berani menghadapi dan memanfaatkan penderitaan (pasrah, ikhlas)
7. Berani melawan arus atau tradisi
8. Memelihara alam semesta.

Sedangkan berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001) ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai kesadaran diri. Adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari antuasi yang datang dan menanggapinya.
2. Mempunyai visi. Ada pemahaman tentang tujuan hidupnya, mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
3. Fleksibel. Mampu bersikap fleksibel, menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, mempunyai pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan) dan efisien tentang realitas.
4. Berpandangan holistik. Melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.
5. Melakukan perubahan. Terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo, menjadi orang yang bebas merdeka.
6. Sumber inspirasi. Mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan aneh.
7. Refleksi diri, mempunyai kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.

Aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual

Sinetar (2001) menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu :
1. Kemampuan seni untuk memilih, kemampuan untuk memilih dan menata hingga ke bagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan suatu visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup mengorganisasikan bakat.
2. Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk menciptakan dan menata pilihan terbaiknya.
3. Kedewasaaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak menyembunyikan kekuatan-kekuatan kita dan ketakutan dan sebagai konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita.
4. Kemampuan mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan orang lain di mata kita penting atau kita cintai.
5. Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain, pemaaf tidak prasangka mudah untuk memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat orang lain bahagia.

Cara Meningkatkan Kecerdasan Spiritual yang bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari :
1. Seringlah melakukan perenungan (kontemplasi) mengenai diri sendiri, kaitan hubungan dengan orang lain, serta peristiwa yang dihadapi. Hal ini untuk memahami makna atau nilai dari setiap kejadian dalam kehidupan.
2. Kenali tujuan hidup, tanggung jawab, dan kewajiban dalam hidup kita. Jika segalanya mudah, lancar dan membahagiakan, berarti destiny (tujuan hidup) cocok. Sebaliknya bila banyak rintangan dan kegagalan, berarti tidak cocok.
3. Tumbuhkan kepedulian, kasih sayang, dan kedamaian.
4. Pekakan diri terhadap bisikan, inspirasi dan intuisi. Inilah proses channeling dengan Tuhan. Datangnya sering simbolik, terkadang linier.
5. Ambil hikmah dari segala perubahan di dalam kehidupan (termasuk penderitaan) sebagai jalan untuk peningkatan mutu kehidupan kita.
6. Kembangkan tim kerja dan kemitraan, yang saling asah-asih-asuh.
7. Belajar melayani dan rendah hati.

readmore »»  

20 Oktober 2009

Jangan Takut Tertawa

Ternyata tertawa bisa sebagai kebutuhan hidup. Banyak terapi penyakit dilakukan dengan membiasakan tertawa. Tentunya tertawa yang teratur, artinya kita tertawa karena memang ada yang perlu dan harus ditertawakan. Kalau nggak bisa bahaya he...he...he...
Orang yang takut/malu tertawa dan enggan membuat orang lain tertawa, bisa-bisa ia menderita penyakit GELOTOPHOBIA. Hah...!!! GAWAT!!!
Tertawa juga bisa sebagai cara mengukur kecerdasan seseorang. Semakin cerdas seseorang semakin pandai ia merespon cerita-cerita humor.
Ada empat golongan orang berkaitan dengan selera humor.
• Orang dengan selera humor minim adalah orang yang tak sekalipun tertawa ketika ada rangsangan humor.
• Orang berselera humor sedang sangat bergantung dengan suasana hati. Ia tertawa hanya sebatas "kadang-kadang".
• Orang berselera humor tinggi mampu membuat joke-joke segar dan memberikan respon sangat memuaskan terhadap rangsangan humor. Ia mampu membunuh kegalauan hatinya hanya dengan tertawa dan melucu
• Orang berselera humor kebablasan adalah orang yang kita kenal sebagai orang yang "cengengesan" dan "cengar-cengir" nggak bisa diajak serius.

Tertawa Bisa Sebagai Obat yang Terbaik

Adalah domapin, bahan kimia dalam otak yang bertanggungawab memicu otak untuk memulai tahapan mencerna suatu humor. Dopamin ini memungkinkan kita merasa nyaman saat kita tertawa. Beberapa studi mendemontsrasikan perbaikan kondisi kesehatan pasien yang kronis saat distimulasi dengan hal-hal lucu. Maka pepatah yang mengatakan bahwa tertawa adalah obat terbaik sungguhan terbukti.



readmore »»  

27 Agustus 2009

Mengapa Matematika Jadi Momok

Matematika sebagai momok menakutkan bagi sebagian besar siswa tentu sudah kita amini sejak lama. Sering kita dengar cerita orang tua tentang betapa cemasnya mereka akan nilai matematika anak di sekolah. Belum lagi, begitu stresnya orang tua menjelang UAN ataupun UASBN. Sehingga terpaksa ada anggaran tambahan untuk guru les/privat matematika, demi jaminan nilai aman pada UAN atau UASBN.

Jika kita mau mencermati latar belakang masalahnya, kita tidak berhak menyalahkan begitu saja kecemasan para orang tua siswa. Sebenarnya, ada yang salah dalam pengajaran matematika di sekolah. Baik cara guru memperlakukan matematika, kurikulum sebagai learning screen, ketersediaan buku dan alat peraga, serta tujuan pengajaran matematika.

Kita mulai pada hakikat matematika. Menurut Herman Hudoyo dalam buku Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas: hakikat matematika adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang tersusun menurut urutan yang logis. Tepatlah, jika semua komponen pendidikan memandang matematika sebuah sistem yang memuat unsur-unsur saling berkaitan.

Guru Sering Salah Memperlakukan Matematika

Guru sebagai komponen utama pendidikan sering kali salah memperlakukan matematika. Banyak guru yang menganggap matematika hanyalah ilmu berhitung yang memuat angka-angka yang harus segera dipecahkan dengan rumus. Banyak pula guru yang seakan berlomba menciptakan rumus cepat guna menolong siswanya belajar. Belum lagi, kecenderungan guru yang hanya memberi rumus/cara pemecahan soal tanpa penanaman konsep secara matang terlebih dahulu.

Sering kali guru rajin memberikan PR pada siswa, tapi lupa memegang tanggung jawab untuk following up, feedback, maupun rewarding bagi anak didiknya. Ini wajib tidak diremehkan, karena ide-ide, struktur-struktur dan urutan logis sebagai hakikat matematika tercakup di sana. Bayangkan, jika seringkali PR anak menumpuk, sesering pula dengan keengganan guru untuk sekedar membahas, menanyakan kendala pada siswa atau memberikan pujian pada siswa yang telah memahami materi.

Jangan kaget, jika suatu saat kita naik angkot atau bus dikeluh-kesahi oleh orang tua murid akan anaknya yang waktunya habis untuk mengerjakan PR, tapi sampai di sekolah disinggung oleh guru sedikit pun tidak. Ini realita, banyak terjadi di sekolah. Intinya guru hanya mengejar tuntas kewajiban: rumus sudah diberikan, siswa diajak mengerjakan latihan di sekolah, dan siswa pulang membawa PR.

Batasan Maksimal Penjabaran Materi dalam Kurikulum Tidak Ada

Pernahkah anda mendengar keluhan anak anda tentang tugas atau PR dari sekolah. Begitu sulitnya PR itu hingga membuat anak anda menangis karena saking takutnya dengan bayang-bayang sangsi guru dalam pikirannya. Misalnya, anak anda baru kelas 4 SD tetapi mendapat PR tentang sudut terkecil yang dibentuk oleh jarum jam pada pukul empat lebih dua puluh menit. Untuk anak kelas 4 SD pantas ia menangis, karena ini materi di awal SMP. Anak kelas 4 SD harusnya baru mengenal apakah itu sudut lancip, tumpul dan siku-siku.

Satu contoh lagi, anak kelas 7 SMP mendapat PR tentang kesebangunan segitiga. Meski materi itu sengaja dikait-kaitkan dengan materi Perbandingan Segmen Garis, tetapi secara konsep tidak nyantol. Karena segmen garis adalah hanya salah satu unsur segitiga dan materi kesebangunan segitiga baru diterima siswa di kelas IX.
Dari dua contoh di atas, jelas ada yang tidak pas pada kurikulum kita. Batasan maksimal penjabaran materi tidak ada. Sehingga, guru sembarang menghubung-hubungkan materi yang harus sudah dikuasai siswa dengan materi yang seharusnya masih melewati beberapa materi prasyarat lainnya. Imbasnya, materi-materi yang telah diterima siswa tidak menemui tata urutan logis atau lebih gampangnya saling tumpang tindih tidak karuan. Siswa makin sulit membongkar kembali.

Buku sebagai Pendukung Pembelajaran Kurang Memadai

Jika jaman dulu banyak kita temukan siswa yang tidak mempunyai buku karena sedikit buku yang beredar. Tetapi sekarang kenyataan hampir berbalik: buku yang beredar banyak sekali, tetapi yang sampai ke tangan siswa sedikit sekali. Hal ini karena makin mahalnya harga buku akibat semakin mahalnya harga kertas dan biaya cetak.
Pemerintah pun tanggap. Ada beberapa daerah yang mencetak sendiri buku ajar untuk sekolah dari SD sampai SMA. Dengan mencetak sendiri, pemerintah daerah bisa mendistribusikan sendiri buku ajar hingga sekolah-sekolah pelosok sekalipun secara gratis.
Ini harus kita acungi jempol. Tapi bukan berarti masalah tak ada. Mulai dari mutu tinta cetak, kesalahan tata bahasa, pengeditan yang tidak maksimal dan yang fatal adalah ketidak-sesuaian dengan kurikulum masih sering ditemui. Kita harus maklum, itulah kemampuan maksimal pemerintah daerah.
Sedangkan, buku-buku yang beredar di pasar yang dikuasai oleh tiga penerbit raksasa harganya semakin melangit. Dengan beban hidup masyarakat yang makin berat, tentunya daya beli sebagian besar orang tua murid tak sanggup menjangkaunya. Sehingga ketersediaan buku sebagai penunjang pembelajaran matematika perlu kita cermati sebagai masalah.

Tujuan Pengajaran Matematika Masih Menggantung
Pada awal-awal tahun ajaran, pengajaran matematika biasanya lebih santai. Tetapi begitu masuk semester II makin seriuslah guru mengajar (kalau tidak mau dikatakan ngongso). Mulailah dibuat jadwal tambahan di sore hari. Diberilah les privat bagi siswa yang butuh perhatian khusus. Dipanggillah orang tua siswa yang kurang prestasinya. Kepala sekolah pun mulai rajin rapat dengan guru-gurunya. Dan guru-guru pun makin rajin nyereweti muridnya.
Hal ini bisa kita pandang sebagai kemajuan. Tapi di sisi lain kita boleh melihatnya sebagai kemunduran. Kemunduran? Yah, jika kita melihat dari tujuan pengajaran yang diinginkan.
Secara eksplisit, kita baru pada taraf asal siswa naik atau lulus. Kita belum masuk ke taraf bagaimana siswa setelah naik atau lulus. Padahal menurut E.T. Ruseffendi kegunaan pengajaran matematika di sekolah antara lain untuk berkomunikasi, meningkatkan kemampuan berpikir logik, menunjukkan fakta, menjelaskan persoalan, menunjang penggunaan alat-alat hasil tehnologi dan untuk peningkatan kebudayaan. Itulah sebenarnya tujuan pengajaran matematika di sekolah.

Kesimpulan
Dari hal-hal yang telah diuraikan di atas, tak perlu kita cari siapakah yang paling salah. Terpenting, kita harus segera berbuat sesuatu untuk memecahkan problem warisan ini. Para guru harus berubah, berkembang, karena metematika sendiri selalu berkembang setiap detiknya.
Untuk para guru, perlakukan matematika sebagai yang dianjurkan oleh E.T. Ruseffendi: bahwa matematika adalah bahasa. Bagaimana para guru bisa membuat murid menerima penanaman konsep dengan lebih komunikatif dengan bahasa yang mudah dipahami, bukan sekedar deretan rumus yang siswa sendiri tak tahu bagaimana cara mendapatkannya.
Juga yang perlu diperhatikan, hendaknya guru membuat sendiri batasan maksimal penjabaran materi sesuai dengan tata nalar siswa berdasarkan kelasnya, dan memperhatikan pula beberapa materi prasyarat.
Tulisan ini dibuat bukan untuk menggurui, karena semua yang tertulis juga merupakan masalah yang dihadapi penulis. Terakhir, kita harus sadar matematika tak akan pernah mati. Matematika hilang ketika peradapan manusia telah lenyap. Karena Matematika adalah buah peradapan. Teruslah maju para guru. Karena Matematika akan terus berkembang menyertai kita.
readmore »»  

MENJADI GURU YANG KOMUNIKATIF

“Guru komunikatif mampu berkomunikasi secara bermakna dengan siswa”.


Setiap hari di dalam kelas guru harus berhadapan dengan bermacam karakter murid. Bermacam pula latar belakang lingkungannya. Faktor-faktor lingkungan yang biasa menyertai siswa antara lain: kesalahan-kesalahan pedagogis, keadaan kesehatan dan situasi rumah atau sekolah (yang menghasilkan gangguan-gangguan emosional atau gejala-gejala gangguan psikis).
Tugas utama mengajar bukan melulu melakukan sesuatu bagi siswa, tetapi lebih berupa menggerakkan murid melakukan hal-hal sesuai yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Bukan pula menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku, tetapi mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motivasi-motivasi, dan membimbing siswa untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Yang mutlak diperlukan di sini adalah tersambungnya komunikasi. Tentunya, komunikasi dua arah. Dari guru ke murid dan sebaliknya.
Ada dua macam komunikasi yang kita kedepankan di sini: komunikasi verbal dan non verbal. Penggunaan komunikasi verbal di dalam kelas hendaknya didesain seefisien mungkin, sehingga pembelajaran tidak menggusur format siswa sebagai subyek dan sentra aktivitas belajar.
Rangkaian pembelajaran harus mengarahkan siswa kepada tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri. Kata-kata bernuansa dorongan dan penyemangat lebih dibutuhkan siswa daripada ceramah-ceramah pengulangan materi. Kita harus membuang jauh-jauh model pembelajaran yang mengebiri aktivitas murid di dalam kelas, contohnya pembelajaran yang mutlak bertumpu pada aktivitas guru dan mengesampingkan kebutuhan murid secara naluriah.
Sebelum mengajar guru hendaknya merancang suatu pola komunikasi tertentu untuk mengatasi permasalahan anak didik di kelas. Kita sadari, bahwa ada beberapa anak yang tidak cukup hanya dengan komunikasi verbal, tetapi masih perlu dengan pendekatan-pendekatan individual secara intensif.
Banyak pula siswa yang lebih membutuhkan model komunikasi non verbal. Misalnya dengan body language, curahan perhatian, tulisan-tulisan suportif di buku tulisnya, misal: hebat, pintar, dan sebagainya. Semua bergantung pada karakter dan lingkungan sosial yang menyertai murid.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh guru adalah komunikasi dengan orang tua atau keluarga siswa. Di mana guru bertugas memberikan pelayanan kepada orang tua siswa. Beberapa kendala yang bisa muncul antara lain: sikap orang tua terhadap pendidikan bermacam-macam; kesibukan orang tua; tingkat pendidikan orang tua bervariasi sehingga model komunikasinya pun berbeda-beda; kebijakan personalia administrasi sekolah. Untuk itu para guru hendaknya mulai mengimbanginya dengan mencoba berberapa tehnologi komunikasi untuk membuka akses dengan orang tua.
Penggunaan tehnologi komunikasi secara efektif mampu membantu kinerja guru terutama dalam pelayanan terhadap orang tua. Lewat E-mail orang tua dapat berkomunikasi dua arah dengan guru tanpa harus bersusah payah bertatap muka di sekolah. Dengan membuat blog para guru memberi kesempatan kepada banyak orang untuk membaca dan memahami buah pikiran guru demi kemajuan pendidikan Indonesia. Berarti fungsi sebagai Public Relation bisa juga dijalankan oleh guru.
Kesimpulannya, guru yang komunikatif adalah guru yang mampu menggunakan alat-alat komunikasi baik verbal maupun non verbal dalam rangka membina hubungan dengan siswa dan masyarakat untuk mencapai tujuan pendidikan.

readmore »»  

FORMULA BARU UNTUK PROBLEM KLASIK

“Krisis global yang menerpa negara-negara maju seolah sebagai pembenaran bahwa tehnologi saja tidak cukup mengatasi persoalan hidup. Kita perlu bentuk pendidikan yang memperhatikan aspek mental, moral, dan spiritual. Secara garis besar konsep tujuan pendidikan nasional sudah mampu mendefinisikan bentuk pendidikan tersebut. Tetapi pada tingkat implementasi yang terjadi justru sebaliknya.”

Tahun 2008 telah kita tinggalkan menyisakan permasalahan bagi pemerintah: sampai sejauh mana pendidikan memenuhi kebutuhan masyarakat. Krisis global yang menerpa negara-negara maju seolah sebagai pembenaran bahwa tehnologi saja tidak cukup mengatasi persoalan hidup. Tetapi kita perlu bentuk pendidikan yang multidimensi. Meliputi pendidikan mental, moral, dan spiritual.

Pendidikan mental lebih berguna untuk membekali masyarakat dalam menghadapi persoalan hidup yang makin berat. Ketersediaan BBM dan gas yang tak menentu, serta biaya sekolah yang makin menggila disadari atau tidak sangat membebani pikiran masyarakat.

Pengaruh budaya barat di tengah-tengah kehidupan masyarakat ikut andil menambah permasalahan hidup. Pergaulan bebas, narkotika, teknologi dunia maya (internet) adalah contoh kecil akar masalah moral masyarakat. Banyak tindakan kejahatan yang diilhami oleh gambar film impor dan berita dari internet. Lihatlah pesta pergantian tahun yang dihadiri pula oleh pejabat, bukankah itu budaya impor yang kita biarkan hadir di tengah-tengah himpitan ekonomi masyarakat. Daripada uang bermilyar-milyar itu kita bakar jadi kembang api lebih baik digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Untuk itu perlu pendidikan moral guna menyadarkan masyarakat.

Hidup semakin berat dan problematika hidup juga semakin beragam, apakah kita harus menyerah? Apakah kita hanya berpangku tangan menunggu perubahan jaman sambil menghitung hutang? Tentu tidak. Kita harus mampu merubah nasib kita dengan kegigihan kita sendiri. Dengan pendidikan spiritual masyarakat harus mampu mengatasi kesulitan hidupnya sebagai cara untuk menyalurkan semua potensinya.

Pemerintah sebagai sandaran masyarakat tentunya sudah mempunyai strategi sendiri untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Tetapi, pemerintah perlu juga membuat kalkulasi berapa persen kualitas pendidikan nasional berperan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pemerintah perlu meramu sebuah kurikulum yang mampu menjamin itu semua. Yaitu sebuah bentuk kurikulum yang mengakomodasi pendidikan mental, moral dan spiritual.

Secara garis besar konsep tujuan pendidikan nasional sudah mampu mendefinisikan bentuk pendidikan mental, moral dan spiritual. Yaitu membentuk masyarakat yang beriman, bertaqwa, berkualitas dan mandiri. Tetapi pada tingkat implementasi yang terjadi justru sebaliknya.

Ujian Nasional (UNAS) merupakan salah satu bentuk pengingkaran dari tujuan pendidikan nasional untuk membentuk masyarakat yang berkualitas dan mandiri. Kualitas dan kemandirian masyarakat tidak selalu bisa diukur dari nilai UNAS. Tetapi lebih pada kebermaknaan masyarakat itu di tengah-tengah lingkungan sosialnya.

Kita perlu juga menengok RUU BHP yang meresahkan masyarakat. Banyak pihak meyakini (terutama mahasiswa) bahwa RUU BHP mengingkari kedudukan lembaga sekolah atau perguruan tinggi sebagai lembaga sosial. Lembaga yang seharusnya memarginalkan hitungan untung dan rugi. RUU BHP seolah-olah menutup pintu bagi masyarakat miskin untuk memperoleh pendidikan tinggi yang merupakan haknya. Jika ini yang memang diinginkan, maka pemerintah gagal memberikan layanan pendidikan spiritual bagi masyarakat.

Sepantasnya pemerintah memikirkan paradigma baru untuk mengatasi persoalan hidup masyarakat. Pengentasan kemiskinan dengan cara-cara instan seperti pemberian BLT saatnya berganti dengan pendekatan yang lebih ke jantung permasalahan. Bahwa, masyarakat butuh model pendidikan yang mempersiapkan mereka secara mental, moral dan spiritual guna mengarungi hidup yang makin menantang ini. Masyarakat butuh formula baru untuk mengatasi problematika hidupnya yang sangat klasik, yaitu kemiskinan.
readmore »»  

PERLUNYA METODE PEMBUKTIAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODERN

Demi perubahan fundamental menuntut arus reformasi pendidikan matematika mencakup pelajaran baru pada pihak guru. Karena, cara para guru memahami matematika sangat mempengaruhi pengajaran mereka dan apa yang dipelajari siswanya. Reformasi tersebut meliputi perubahan substansial pada alam dan peran metode pembuktian matematika di sekolah dan perubahan dirancang untuk menyiapkan semua siswa dengan berbagai cara dan pengalaman dengan seluruh pembuktian tercakup dalam kurikulum matematika sekolah.

Mungkin hal tersebut sulit untuk guru. Karena kebanyakan guru memandang metode pembuktian hanya cocok bagi sebagian kecil siswa saja. Selain itu guru cenderung memandang metode pembuktian adalah sebuah strategi terbatas secara pedagogis, yakni sebagai topik studi bukannya sebagai alat untuk berkomunikasi dan mempelajari matematika.

Mengajar matematika merupakan suatu kegiatan guru agar siswa belajar untuk mendapatkan matematika, yaitu kemampuan, keterampilan dan sikap tentang matematika itu. Kemampuan, keterampilan, dan sikap yang dipilih pengajar itu harus relevan dengan tujuan belajar dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.

Berkenaan dengan gambaran di atas, perlu kiranya guru mengaplikasikan sebuah metode pengajaran: metode pembuktian. Metode ini berjalan dari yang tidak diketahui menuju yang sudah diketahui. Dimulai dengan apa yang harus dicari atau dibuktikan, kemudian mengaitkan dengan hal-hal yang diketahui dan hingga akhirnya diperoleh hasil. Dalam hal ini guru dan siswa perlu komitmen yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan pemahaman matematika siswa. Siswa belajar dengan mengaitkan pengetahuan terdahulu, sehingga guru hendaknya memahami apa yang telah siswa ketahui sebelumnya. Guru yang mendesain pengalaman dan pembelajaran untuk menjawab dan membangun pengetahuan yang baru.

Penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu cara untuk mengembangkan wawasan siswa tentang fenomena. Pembuktian matematika adalah suatu cara formal untuk mengungkapkan alasan dan justifikasi khusus. Dengan mengembangkan ide, melihat tanda-tanda, membuat kesimpulan, dan menggunakan hasil dalam semua cabang matematika, maka diharapkan siswa memahami matematika sebagai sebuah hal yang selalu masuk akal. Untuk itu sangat diperlukan kemampuan siswa membuat argumen-argumen yang meliputi deduksi logis yang kuat tentang kesimpulan suatu hipotesis.

Manfaat artikel ini bagi guru adalah memberikan gambaran bahwa matematika tidak selalu harus membenturkannya dengan siswa pada sebuah konsep abstrak yang membuat siswa jenuh. Selain itu memberikan masukan bagaimana melatih siswa berpikir kritis dan kreatif dalam membuat permasalahan, dan pemecahannya dengan memberi keleluasaan pada siswa untuk membuktikan kebenaran hasil pemecahan masalah tersebut. Dan lebih jauh, untuk membangun sistem pembelajaran matematika di Indonesia yang efektif.




readmore »»  

METODE PEMBUKTIAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Matematika merupakan pelajaran yang menakutkan bagi kebanyakan siswa. Terutama pada materi yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam. Misalkan materi trigonometri kelas X. Seringkali guru langsung memberikan rumus jadi tanpa didahului dengan asal-usul rumus tersebut. Sehingga hal ini membuat siswa kurang memahami konsep.

Untuk itu diperlukan sebuah metode pengajaran yang berporos pada siswa. Pembelajaran yang meminimalisasi peran guru sebagai sumber pembelajaran satu-satunya di kelas. Bisa dikatakan, sudah saatnya kita menghanyutkan diri pada arus reformasi pendidikan menuju samudera pendidikan yang sangat berkualitas baik proses maupun produknya.

Reformasi tersebut meliputi perubahan substansial pada strategi pembelajaran dengan peran metode pembuktian matematika di sekolah. Perubahan tersebut dirancang untuk menyiapkan semua siswa dengan berbagai cara, dan seluruh aspek pembuktian tercakup dalam kurikulum matematika sekolah.

Mungkin hal tersebut sulit untuk guru. Karena kebanyakan guru memandang metode pembuktian hanya cocok bagi sebagian kecil siswa saja. Selain itu guru cenderung memandang metode pembuktian adalah sebuah strategi terbatas secara pedagogis, yakni sebagai topik studi bukannya sebagai alat untuk berkomunikasi dan mempelajari matematika.

Mengajar matematika merupakan suatu kegiatan guru agar siswa belajar untuk mendapatkan matematika, yaitu kemampuan, keterampilan dan sikap tentang matematika itu. Kemampuan, keterampilan, dan sikap yang dipilih pengajar itu harus relevan dengan tujuan belajar dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.

Berkenaan dengan gambaran di atas, perlu kiranya guru mengaplikasikan sebuah metode pengajaran: metode pembuktian. Metode ini berjalan dari yang tidak diketahui menuju yang sudah diketahui. Dimulai dengan apa yang harus dicari atau dibuktikan, kemudian mengaitkan dengan hal-hal yang diketahui dan hingga akhirnya diperoleh hasil. Dalam hal ini guru dan siswa perlu komitmen yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan pemahaman matematika siswa. Siswa belajar dengan mengaitkan pengetahuan terdahulu, sehingga guru hendaknya memahami apa yang telah siswa ketahui sebelumnya. Guru yang mendesain pengalaman dan pembelajaran untuk menjawab dan membangun pengetahuan yang baru.

Penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu cara untuk mengembangkan wawasan siswa tentang fenomena. Pembuktian matematika adalah suatu cara formal untuk mengungkapkan alasan dan justifikasi khusus. Dengan mengembangkan ide, melihat tanda-tanda, membuat kesimpulan, dan menggunakan hasil dalam semua cabang matematika, maka diharapkan siswa memahami matematika sebagai sebuah hal yang selalu masuk akal. Untuk itu sangat diperlukan kemampuan siswa membuat argumen-argumen yang meliputi deduksi logis yang kuat tentang kesimpulan suatu hipotesis.

Dalam penelitian ini akan dirumuskan masalah sejauh mana peran metode pembuktian pada pembelajaran matematika materi rumus-rumus segitiga kelas X. Sebagai sampel adalah murid kelas X SMA Negeri Kayen Pati.

Manfaat penelitian ini bagi guru adalah memberikan gambaran bahwa matematika tidak selalu harus membenturkannya dengan siswa pada sebuah konsep abstrak yang membuat siswa jenuh. Selain itu memberikan masukan bagaimana melatih siswa berpikir kritis dan kreatif dalam membuat permasalahan, dan pemecahannya dengan memberi keleluasaan pada siswa untuk membuktikan kebenaran hasil pemecahan masalah tersebut. Dan lebih jauh, untuk membangun sistem pembelajaran matematika di Indonesia yang efektif.

readmore »»  

Cermat Memilih Sekolah

Sebagaimana memilih presiden, memilih sekolah untuk anak memerlukan strategi khusus. Sebab setiap sekolah berusaha merebut konsumennya dengan beragam kiat juga. Orang tua harus jitu jangan sampai ujung-ujungnya merasa kena tipu.

Mungkin benar kata banyak orang bahwa semua di dunia ini sudah bergeser. Sekolah yang dulu sebagai lembaga sosial, kini sudah berganti rupa sebagai lahan bisnis yang menggiurkan. Lihatlah biaya masuk di sekolah berlabel Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang membuat kita merinding. Orang tua harus mengeluarkan uang berkisar 10-20 juta persiswa baru hanya untuk barang yang berlabel “rintisan”.

Program RSBI dicanangkan oleh pemerintah memang bertujuan baik, yaitu memberikan standarisasi proses pendidikan yang setara dengan kurikulum berkonten internasional. Permasalahan yang kemudian muncul adalah sekolah-sekolah berlabel RSBI berani memasang tarif yang “gila-gilaan”. Dengan biaya masuk sebesar itu tentunya sekolah RSBI hanya mampu terjangkau oleh kaum berkantong tebal. Pertanyaan bodohnya: untuk apa uang itu?

Belum Layak

Banyak keluhan yang dilontarkan orang tua yang anaknya terlanjur masuk di sekolah RSBI. Mulai kemampuan guru mengajar yang biasa-biasa saja, fasilitas yang kurang memadai, hingga model pembelajaran bilingual yang membingungkan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa program RSBI belum layak dihargai sebesar itu.

Bila dirunut akar munculnya berbagai keluhan tersebut, kita dapatkan bahwa telah terjadi kesalahan interpretasi. Banyak sekolah berlomba mengejar label RSBI dengan memberikan kursus bahasa Inggris pada guru-gurunya, agar mereka mampu mengajar dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Sekolah tidak memperhitungkan kemampuan SDM guru-gurunya. Apalagi sebagian besar dari mereka sudah termasuk guru yang mendekati purna tugas.

Sebenarnya mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris bukanlah persoalan sulit. Yang penting murid faham dan tujuan pembelajaran tercapai. Tapi bukan itu standarisasi yang dianjurkan. Karena konten kurikulum internasional dalam kurikulum pendidikan kita harus menghasilkan murid yang tidak sekedar pintar berbahasa Inggris. Tetapi ketika murid tersebut ingin mendaftar pada sekolah di mana pun di seluruh dunia ini, ia akan masuk pada kelas yang “semestinya” tanpa ada penyesuaian-penyesuaian.

Persoalannya: sudahkah dunia mengakui level pendidikan kita?

Serahkan pada Anak

Idealnya sebagai orang tua tentu mendambakan anaknya bisa bersekolah di sekolah favorit dengan segala labelnya. Selain agar anak tidak menemui kesulitan belajar, juga bisa untuk kebangaan keluarga. Tetapi ada baiknya orang tua menyerahkan sepenuhnya pada anak karena merekalah yang akan merasakan semuanya. Biarlah anak memilih sekolah favorit yang diinginkannya.

Yang terpenting orang tua harus yakin bahwa sekolah yang diinginkan anak mampu memberikan jaminan prestasi sesuai/melampaui potensi anak. Karena sekolah yang hebat adalah sekolah yang mampu menghasilkan siswa berprestasi level 10 untuk siswa dengan potensi level 1.


readmore »»  

05 Agustus 2009

Silabus dan RPP

SILABUS DAN RPP

Sebelum mengajar hendaknya guru mempersiapkan diri dengan membuat rencana pengajaran (RPP).


Download
readmore »»  

03 Agustus 2009

Pengertian Tanda Sama dengan

Apakah Pengertian Tanda Samadengan?

Bukti dari Penyelesaian Persamaan

Aturan dalam matematika sama pentingnya dengan aturan seorang yang sedang meraih cita-cita untuk masa depan pendidikannya dan kesempatan kerja, aljabar menjadi poin utama baik didalam usaha perubahan dan penelitian pendidikan matematika. Pengertian dan penggunaan aljabar bergantung pada pengertian dari sejumlah konsep dasar, salah satunya adalah konsep persamaan. Tulisan ini fokus pada ‘pengertian tanda samadengan dan penggunaannya pada pemecahan persamaan aljabar’ di sekolah menengah.

Download
readmore »»  

13 Juli 2009

Jurnal-jurnal Pembelajaran Matematika

TEACHING, LEARNING AND MATHEMATICS
Pearson (1989) tells us that the intention of teaching is ‘bringing about
learning’ (p. 64; my emphasis).
Through a study of mathematics teaching, we therefore learn about the ways in which mathematics teaching brings about the learning of mathematics.
Such study provides insights into how mathematics teaching develops or can develop for the enhancement of mathematics learning of students.
Of course, teaching does not develop in the abstract, but through the growth of knowledge and experience of mathematics teachers as they engage in the practices and processes of teaching and participate in activities related to their own learning as teachers.
The perspectives and practices of educators, working with teachers to foster and facilitate teacher learning are as much objects of study as those of teachers working with students.
The research process at all these levels is itself a learning enterprise.
Thus, teachers, educators and researchers are all learners and our integration of research and practice is fundamentally a study of learning.


Download
readmore »»  

Jurnal-jurnal Pendidikan Nasional dan Internasional

GUEST EDITORIAL
PETER SULLIVAN
ICME AND TEACHER EDUCATION
One of the pressing challenges for mathematics educators is to identify the language, concepts, principles, and practices that can be the shared basis of professional dialog.
International meetings such as the 9th International Congress onMathematics Education (ICME 9) allow educators to consider commonalities and differences in ways that are perhaps not possible within individual national contexts.
For example, mathematics educators have expressed considerable interest in teaching approaches seen as typical in particular countries.
ICME 9 provided opportunities for educators to discuss, first hand, Japanese approaches to teaching mathematics.
In a similar way, ICME 9 allowed consideration of similarities and differences in teacher education practices.


Download seluruhnya
readmore »»  

28 Juni 2009

Pemecahan Soal-soal Analisis Real

Menyelesaikan soal-soal analisis real perlu tata urutan konsep yang jelas.




Download
readmore »»  

02 Juni 2009

Sukses UASBN Matematika

Membuat siswa siap menghadapi UN sedini mungkin. Cermati materi yang bikin siswa tidak paham.




Download
readmore »»  

29 Mei 2009

CONTOH PROPOSAL PTK MATEMATIKA

A. JUDUL USULAN
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dengan Model Pembelajaran Heroik dan Turnamen
Matematika Materi Peluang kelas X
B. BIDANG KAJIAN
Bidang kajian adalah penelitian pendidikan dengan PTK.
C. PENDAHULUAN
Guru memandang siswa SMA adalah individu yang menginjak proses dewasa. Oleh karena itu setiap guru mata pelajaran selalu memberi tantangan dengan menyodorkan sejumlah masalah baru kepada siswa untuk menyelesaikannya, termasuk pelajaran matematika. Pembelajaran matematika mengajarkan pemecahan masalah (problem solving) tidak hanya untuk keperluan mata pelajaran matematika saja, karena matematika mendasari ilmu-ilmu lain. Dalam melakukan proses hitung-menghitung, proses menentukan langkah efisien (algoritma) penyelesaian masalah, menentukan logika kebenaran keputusan yang akan diambil, dan lain sebagainya, hal ini diajarkan di matematika dan dibutuhkan oleh orang-orang non matematika. Jadi merupakan suatu kesempatan bagi siswa SMA yang sedang berada pada kondisi kritis dalam berpikir, perlu dilatih secara terus menerus melakukan problem solving melalui pembelajaran matematika.

Selengkapnya ..... Download
readmore »»  

Sekolah Kok Sepi


Ketika waktuku terasa habis karena mengajar, acapkali aku merindu waktu bersantai. Kugantung rencana-rencana pengisi waktu santaiku di sekolah. Baca buku, ngeblog, ngenet, bikin tugas kuliah, dan sebagainya. Eih, waktu itu pun akhirnya tiba. Seminggu ke depan muridku libur. Senyumku menyungging.....tapi kenapa dua jam berikutnya, kurasa kecut senyumku, kuyakini sengau tawaku.
Akhirnya ku tahu ada yang pergi dari hadapanku. Kepak sayap Kupu-kupu kecilku sedang jauh dari hadapku. Nyaringnya dering dawai sayap Lebah-lebah maduku tak datang di hadapku. Sekolah kok sepi.....gumanku kontradiktif dengan rencanaku.
Masih bolehkah aku berencana lagi untuk "nyantai"
readmore »»  

INDIKATOR KEAKTIFAN SISWA DALAM PTK

Indikator Keaktifan Siswa yang dapat dijadikan penilaian dalam PTK

Keaktifan siswa ini dapat dilihat dari:
1. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru;
2. Kerjasamanya dalam kelompok;
3. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli;
4. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal;
5. Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok;
6. mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat;
7. Memberi gagasan yang cemerlang;
8. Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang;
9. Keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain;
10. Memanfaatkan potensi anggota kelompok;
11. Saling membantu dan menyelesaikan masalah. (Prof. YL. Sukestiyarno, M.S., Ph.D)

readmore »»  

RPP Matematika SD

RENCANA PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SD
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : V / II
Alokasi Waktu : 2 Jam Pelajaran

I. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
Standar kompetensi : Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Kompetensi dasar : Menghitung luas trapesium dan layanglayang.

Selengkapnya.........Download
readmore »»  

28 Mei 2009

Materi Geometri

Ruang Dimensi Tingkat Tinggi

Model Hiperbola

Model-model hiperbola adalah generalisasi dari model bola untuk dimensi tingkat tinggi. Titik-titik ruang elliptic n-dimensi adalah vector unit dalam Rn+1, yaitu, titik-titik pada permukaan bola satuan dalam ruang n+1 dimensi. Garis-garis dalam model adalah lingkaran-lingkaran besar, perpotongan bola dengan permukaan bangun datar pada dimensi n melalui tempat mula-mula.


Donwload
readmore »»  

27 Mei 2009

Geometri Elliptik

Perbandingan Geometri Elliptik dengan Geometri Euclid

Dalam geometri Euclid, sebuah gambar dapat diperbesar dan diperkecil sekalanya, dan menghasilkan gambar yang sama, yaitu, mempunyai sudut-sudut dan perbandingan yang sama. Dalam geometri elliptic hal ini tidak dibahas. Contoh, dalam model bola kita melihat bahwa jarak antara dua titik pasti lebih kecil dari setengah keliling bola. Sebuah segmen garis sampai saat itu tidak dapat diperbesar skalanya untuk jangka waktu tertentu. Seorang geometer mengukur sifat-sifat geometris dari ruang yang dia diami sehingga dapat dideteksi, dengan pengukuran, terdapat skala jarak pasti yang merupakan sifat dari ruang tersebut. Pada skala yang lebih kecil , ruang adalah mendekati datar, mendekati geometri Euclid, dan gambar dapat diperbesar dan diperkecil skalanya yang menghasilkan penaksiran yang sama.

Download
readmore »»  

Motto bertarung dalam hidup

hidup harus atraktif, agresif dan taktis
readmore »»  

20 Mei 2009

Matematika memang Harus Ada

Matematika lahir bersamaan ketika Allah menciptakan jagad raya. Dia menghamparkan langit, menegakkan gunung dan bukit, mencurahkan sumber air, menggantung bintang dan planet, menancapkan akar-akar, menciptakan kehidupan adalah semuanya dengan perhitungan matang. Dengan konsep matematika dari SOSOK yang memegang kekuasaan tak terhingga (infinity).
readmore »»  

Kita Butuh Matematika

Matematika adalah buah peradaban. Matematika lenyap jika
kehidupan berhenti berjalan. Matematika berkembang oleh karena degup kehidupan. Selama kita berpikir,itu artinya kita telah mengukir sejarah dengan ...MATEMATIKA
readmore »»  

12 Mei 2009

Beberapa Aliran Teori Belajar


Aliran Teori Belajar

Menurut Atkinson dan Gredler Margaret Bell secara umum teori belajar dapat dikelompokkan dalam empat aliran, yaitu:

a. teori belajar behavioristik;

b. teori belajar kognitif;

c. teori belajar humanistik;

d. tori belajar sibernetik (Hamzah B. Uno, 2005:6).

A. Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)

Pandangan tentang belajar menurut aliran behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Artinya, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain: Thorndike, watson, Hull, dan Skinner.

Menurut Thorndike belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Menurutnya perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret atau yang nonkonkret.

Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati. Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.

Clark Hull mengemukaan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusi. Menurutnya tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup.

Skinner merupakan penganut paham neobehavioris yang mengalihkan dari laboratorium ke praktek kelas. Menurutnya deskripsi hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan perubahan tingkah laku menurut Watson tidaklah lengkap. Respon yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi itu akhirnya memengaruhi respon yang dihasilkan. Sedangkan respon tersebut juga menghasilan berbagai konsekuensi yang akan memengaruhi tingkah aku siswa.

B. Aliran Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil beajar. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tetapi, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Beberapa ahli yang mendukung teori kognitif adalah Piaget, Ausubel, dan Bruner.

Menurut jean Piaget proses belajar terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

1. proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa (asimilasi);

2. proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru (akomodasi);

3. proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (equilibrasi).

Bruner berpendapat bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya.

C. Aliran Humanistik

Teori ini memuat gagasan bahwa proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori humanistik lebih mendekati pada dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya. Teori ini dianut oleh Bloom dan Krathwohl, Kolb, Honey dan Mumford, serta Habermas.

Bloom dan Krathwohl mengemukakan tiga hal yang bisa dikuasai oleh siswa, meliputi: ranah kognitif, ranah psikomotor dan ranah Afektif. Tiga ranah itu tercakup dalam teori yang lebih dikenal sebagai Taksonomi Bloom.

Kolb membagi tahapan belajar ke dalam empat tahapan, yaitu:

a. pengalaman konkret;

b. pengamatan aktif dan reflektif;

c. konseptualisasi;

d. eksperimentasi aktif.

Habermas berpendapat bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Lebih lanjut ia mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu:

a. belajar teknis;

b. belajar praktis;

c. belajar emansipatoris.

D. Aliran Sibernetik

Teori beraliran sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Sama dengan aliran kognitif, teori sibernetik juga mementingkan proses, tetapi yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses. Karena informasi inilah yang akan menentukan proses. Teori ini dikembangkan oleh Landa, Pask dan Scott.

Menurut Landa ada dua proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu sasaran. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen menuju ke beberapa sasaran sekaligus.

Senada dengan Landa, Pask dan Scott juga membagi proses berpikir manjadi dua macam. Pertama pendekatan serialis yang menyerupai pendekatan algoritmik yang dikemukakan Landa. Jenis kedua adalah cara berpikir menyeluruh yaitu berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.

Peranan Teori Belajar dalam Praktek Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Gatot Muhsetyo,2007:26).

Lebih lanjut Gatot Muhsetyo mengemukakan bahwa salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika, yang sesuai dengan:

1. topik yang sedang dibicarakan;

2. tingkat perkembangan intelektual peserta didik;

3. prinsip dan teori belajar;

4. keterlibatan aktif peserta didik;

5. keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari;

6. pengembangan dan pemahaman penalaran matematis (2007:26).

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bawa teori belajar menjadi salah satu unsur yang berperan pada ketercapaian tujuan pembelajaran matematika di sekolah. Lebih jelas dikemukakan oleh Herman Hudojo bahwa pada prinsipnya tujuan belajar matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan teori belajar merupakan strategi terhadap pemahaman matematika (1988:95).

Teori belajar sebagai strategi belajar mengajar matematika dapat mengarahkan peserta didik untuk memahami dan menguasai matematika. Apabila memang diperlukan walaupun matematika itu abstrak, maka pendekatan konkret perlu disajikan terlebih dahulu (Herman Hudojo,1988:95).

Berkaitan dengan efektivitas pengajaran matematika, National Research Council merangkum:

“Guru yang efektif adalah guru yang dapat menstimulasi siswa belajar matematika. Penelitian pendidikan matematika menawarkan sejumlah bukti bahwa siswa akan belajar metematika secara baik ketika mereka mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri. Untuk memahami apa yang mereka pelajari mereka harus bertindak dengan kata kerja mereka sendiri memembus jurikulum matematika: menguji, menyatakan, mentransformasi, menyelesaikan, menerapkan, membuktikan, dan mengkomunikasikan. Hal ini pada umumnya terjadi ketika siswa belajar dalam kelompok, terlibat dalam diskusi, membuat presentasi, dan bertanggung jawab dengan yang mereka pelajari sendiri” (Turmudi,2008:71).

Dari uaraian tersebut jelaslah bahwa guru hendaknya memmahami kegunaan masing-masing teori belajar. Karena pemilihan teori belajar yang tepat dapat mempermudah proses belajar peserta didik untuk mencapai kompetensinya.

Dalam belajar matematika di sekolah dasar perlu kiranya untuk memperhatikan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah dasar, antara lain:

1. pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat;

2. kehidupan soasialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal bekerja sama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya;

3. semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaan tertentu juga semakin bertumbuhnya minat tertentu;

4. kemampuan berpikirnya masih dalam tingkat persepsional;

5. dalam bergaul, bekerja sama tidak membedakan jenis yang menjadi dasar adalah perhatian dang pengalaman yang sama;

6. mempunyai kesanggupan untuk memahami hubungan sebab akibat;

7. ketergantungan kepada orang dewasa semakin berkurang (Tim Dosen IKIP Malang,1987:115).

Herman Hudojo berpendapat bahwa peserta didik di tingkat sekolah dasar lebih sering menggunakan obyek-obyek yang mereka lihat. Pengalaman tangan pertama dengan obyek-obyek amat perlu untuk kepentingan belajar. Hal ini merupakan dasar bagi periode berpikir operasi konkret (1988:96).

Jadi amatlah perlu bagi pengajar untuk menentukan materi belajar yang akan diterima peserta didik, menggunakan teori belajar yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa dan bisa secara efektif meggunakannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

readmore »»  

21 April 2009

Proposal PTK

A. JUDUL USULAN

Meningkatkan hasil belajar matematika materi perbandingan dan skala dengan model pembelajaran konstruktivistik bermedia tabel bercerita pada siswa kelas VI SD Islam Al Azhar 14 Semarang.

B. BIDANG KAJIAN

Bidang kajian adalah penelitian pendidikan dengan PTK.

C. PENDAHULUAN

Kemajuan suatu bangsa tercermin pada keberlangsungan pendidikan bangsa itu. Bangsa dengan tingkat pendidikan yang memadai diyakini mampu menciptakan kehidupan yang beradap. Artinya peningkatan mutu pendidikan dianggap sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian yang besar agar kita dapat mengejar ketertinggalan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi yang mutlak kita perlukan untuk mengisi pembangunan.

Guru memegang peran strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut, peran guru sulit digantikan oleh yang lain. Dipandang dari dimensi tehnologi peran guru tetap dominan sekalipun tehnologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini disebabkan ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran, yang diperankan oleh guru yang tidak dapat digantikan oleh tehnologi.

Seringkali dalam pembelajaran matematika di kelas guru mendominasi kegiatan tersebut. Poros pembelajaran mutlak ada pada guru, sehingga proses belajar mengajar berjalan satu arah. Guru kurang mampu mengakomodasi permasalahan siswa-siswanya. Hal ini karena dengan jumlah jam mengajar yang terbatas, guru dituntut melaksanakan pembelajaran yang selalu menguras tenaga dan pikiran dengan model pembelajaran konvensional.

Dengan model pembelajaran konvensional siswa seakan hanya sebagai obyek pembelajaran. Setiap individu siswa pasti mempunyai tingkat pemahaman materi yang berbeda-beda. Mereka juga memiliki tingkat permasalahan yang berbeda-beda. Artinya dengan model pembelajaran yang mengesampingkan peran siswa akan memberikan dampak kurang baik pada prestasi belajarnya.

Dalam pembelajaran matematika materi perbandingan dan skala sering ditemukan kesulitan belajar siswa dalam pemecahan soal cerita. Indikatornya adalah banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM. Permasalahan utama yang terjadi adalah guru sering kesulitan mengajarkan algoritma pemecahan soal cerita yang efektif dan efisien.

Di sini akan dicobakan sebuah algoritma pemecahan soal-soal cerita materi perbandingan dan skala yang diberi istilah tabel bercerita. Siswa diberi kegiatan membuat tabel bercerita dari soal cerita yang dihadapinya kemudian memecahkannya. Dengan kegiatan ini diharapkan siswa aktif dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajarnya.

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran model konstruktivistik dengan media tabel bercerita dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi perbandingan dan skala?

2. Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika materi perbandingan dan skala dengan model konstruktivistik media tabel bercerita?

E. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mengetahui sejauh mana pembelajaran model konstruktivistik dengan media tabel bercerita dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi perbandingan dan skala;

2. Mengetahui bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika materi perbandingan dan skala dengan model konstruktivistik media tabel bercerita.

F. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah bagi:

  1. Siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa, sehingga dapat mengubah perolehan peringkat prestasi belajar yang lebih baik;
  2. Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan koreksi diri, sekaligus usaha untuk memperbaiki kualitas diri sebagai seorang guru yang profesional dalam upaya meningkatkan mutu hasil dan proses belajar siswa.
  3. Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan untuk mengadakan pembinaan dan peningkatan kemampuan guru sekaligus sebagai bahan masukan bagi Kepala Sekolah tentang kondisi proses pembelajaran di sekolah tersebut.

G. KAJIAN PUSTAKA

G.1 Kajian Teori

G.1.1 Model Pembelajaran Konstruktivistik

Menurut Borich dan Tombari (1997) konstruktivisme (paham yang bersifat konstruktivistik) didefinisikan sebagai suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sense mereka tentang apa yang dipelajari dengan membangun koneksi internal atau relasi antara ide-ide dan fakta-fakta yang diajarkan.

Dengan paham konstruktivistik, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk mengintergrasikan dan menggabungkan informasi dari sumber-sumber berbeda, menciptakan jenis-jenis yang baru, serta kerangka dan model-model yang baru. Dengan kata lain, guru bukan sebagai pelayan pengetahuan semata namun sebagai fasilitator belajar.

G.1.2 Tabel Bercerita

Tabel bercerita adalah sebuah media belajar yang memuat unsur kreatifitas, keaktifan dan keterampilan siswa guna mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Media ini juga berperan bagi siswa guna menguji, menyatakan, mentransformasi, menyelesaikan, menerapkan, membuktikan, dan mengkomunikasikan pemecahan suatu permasalahan matematika khususnya pada materi perbandingan dan skala.

Dengan media ini diharapkan siswa dapat aktif secara pribadi maupun dalam kelompok, terlibat dalam diskusi, membuat presentasi, dan bertanggung jawab dengan yang mereka pelajari sendiri.

G.1.3 Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran

Mengajar sebaiknya berorientasi kepada peserta didik agar mereka belajar memecahkan masalah. Orientasi yang demikian haruslah direfleksikan dalam kegiatan mengajar dan belajar sehingga keaktifan mental peserta didik nampak dalam tingkah lakunya, seperti meneliti, merumuskan, menemukan dan merefikasi.

Herman Hudoyo (1988) mengklasifikasikan keaktifan siswa meliputi:

1. Menguji: pada waktu guru memberikan materi baru, siswa terlibat secara intelaktual, yaitu dengan menguji dan eksplorasi situasi.

2. Mengungkapkan: diharapkan siswa dapat menghasilkan gambar, kata, kalimat, bagan atau tabel dengan menggunakan simbol yang sesuai dengan situasi masalahnya.

3. Mentransformasikan: siswa dapat mengubah pernyataan satu ke pernyataan yang lain. Misalnya komputasi algoritma, pembagian polinom, fungsi aljabar diubah ke bentuk grafik.

4. Membuktikan: jika siswa sudah berhasil merumuskan suatu situasi, mereka perlu membuktikannya berdasarkan argumentasi yang sahih.

5. Mengaplikasikan: siswa perlu mengaplikasikan konsep yang telah mereka ketahui dengan menemukan dengan abstraksi mereka sendiri.

6. Menyelesaikan masalah: siswa menyelesaikan masalah atau konsep yang benar-benar baru bagi mereka dengan prosedur yang telah mereka ketahui.

7. Mengkomunikasikan: siswa melakukan pertukaran informasi di antara individu siswa dengan memanfaatkan sistem simbol yang sama.

G.1.4 Hasil Belajar dan Faktor yang Mempengaruhi

Menurut Winkel (1991:42), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai siswa di mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas.Dalam hal ini hasil belajar meliputi keaktifan, ketrampilan proses, motivasi, juga prestasi belajar. Prestasi adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu kegiatan, secara singkat dapat dikatakan prestasi adalah hasil usaha. Perbedaan hasil belajar dengan prestasi belajar, bahwa penilaian hasil belajar dilakukan sekali setelah suatu kegiatan pembelajaran dilaksanakan, sementara penilaian prestasi belajar dilakukan setelah beberapa kali penilaian hasil belajar dan hasil belajar yang terakhir dianggap sebagai prestasi belajar karena diharapkan merupakan hasil yang maksimal, tetapi kedua istilah tersebut dikatakan identik karena sama-sama merupakan hasil usaha yaitu belajar.

Penilaian hasil belajar adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses belajar dan pembelajaran telah berjalan secara efektif. Keefektifan pembelajaran tampak pada kemampuan siswa mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dari segi guru, penilaian hasil belajar akan memberikan gambaran mengenai keefektifan mengajarnya, apakah pendekatan dan media yang digunakan mampu membantu siswa mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Tes hasil belajar yang dilakukan oleh setiap guru dapat memberikan informasi sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

readmore »»  

19 April 2009

Silabus

S I L A B U S







Nama sekolah : SD Islam Al Azhar 14 Semarang



Mata pelajaran : Matematika




Kelas/program : VI (enam)/Inti




Semester : I(Satu)











Standar kompetensi :Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah.


Kompetensi dasar Materi pokok Indikator Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Sumber/
waktu bahan/alat
Menggunakan sifat-sifat Pengerjaan hitung *Melakukan operasi hitung Berdiskusi dan memecahkan 1. Formatif 12 x 35 menit Buku paket
operasi hitung termasuk bilangan bulat. campuran pd bilangan bu- soal. 2. PR

operasi campuran, FPB
lat.
3. Tugas

dan KPK.
*Menggunakan faktorisasi Membuat faktorisasi prima. 4. Portofolio



prima untuk menentukan Membuat faktorisasi prima un-




FPB dan KPK sampai tiga tuk menentukan FPB dan KPK.




bilangan.



Menentukan akar pang- Pengerjaan hitung *Mengenal bilangan kubik. Membuat definisi bilangan kubik 1. Formatif 12 x 35 menit Buku paket
kat tiga suatu bilangan bilangan bulat. *Menuliskan sejumlah bi- Menyebutkan 10 bilangan 2. PR

kubik.
langan kubik. kubik pertama. 3. Tugas



*Mengenal akar pangkat Menyebutkan akar pangkat tiga 4. Portofolio



tiga. dari 10 bilangan kubik pertama.




*Menentukan akar pangkat Mencari akar pangkat tiga dari




tiga dari bilangan kubik. bilangan kubik lainnya.


Menyelesaikan masalah Pengerjaan hitung *Menentukan volume ku- Mengukur panjang rusuk kubus 1. Formatif 12 x 35 menit Buku paket
yang melibatkan operasi bilangan bulat. bus yang diketahui pan- untuk mengetahui volumenya. 2. PR

hitung termasuk penggu-
jang rusuknya.
3. Tugas

naan akar dan pangkat.
*Menentukan panjang ru- Berdiskusi memecahkan soal- 4. Portofolio



suk sebuah kubus yang di soal cerita.




ketahui volumenya.





*Mengerjakan soal cerita.










S I L A B U S







Nama sekolah : SD Islam Al Azhar 14 Semarang



Mata pelajaran : Matematika




Kelas/program : VI (enam)/Inti




Semester : I(Satu)











Standar kompetensi :Menggunakan pengukuran volume per waktu dalam pemecahan masalah.

Kompetensi dasar Materi pokok Indikator Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Sumber/
waktu bahan/alat
Mengenal satuan debit Pengukuran *Mengenal istilah debit. Meneliti debit kran air. 1. Formatif 8 x 35 menit Buku paket

Debit *Mencari hubungan antara Berdiskusi mencari hubungan 2. PR



debit dengan kecepatan. debit dan kecepatan. 3. Tugas



*Membuat rumus debit. Berdiskusi membuat rumusan 4. Portofolio




debit.
















Menyelesaikan masalah Pengukuran *Menentukan besar debit Melakukan diskusi dan menger- 1. Formatif 6 x 35 menit Buku paket
yang berkaitan dengan Debit *Menentukan volume air. jakan soal-soal. 2. PR
Alat peraga
satuan debit.
*Menentukan waktu yang
3. Tugas



diperlukan untuk satuan
4. Portofolio



volume tertentu.
























S I L A B U S







Nama sekolah : SD Islam Al Azhar 14 Semarang



Mata pelajaran : Matematika




Kelas/program : VI (enam)/Inti




Semester : I(Satu)











Standar kompetensi :Menghitung luas segi banyak sederhana, luas lingkaran, dan volume prisma segitiga.

Kompetensi dasar Materi pokok Indikator Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Sumber/
waktu bahan/alat
Menghitung luas segi ba- Pengukuran *Mengingat kembali cara Menyebutkan rumus luas ba- 1. Formatif 12 x 35 menit Buku paket
nyak yang merupakan Luas menghitung luas bangun ngun-bangun datar. 2. PR
Alat peraga
gabungan dari dua ba-
datar sederhana.
3. Tugas

ngun datar sederhana.
*Menghitung luas gabung- Membuat tangram dan berdis- 4. Portofolio



an dua bangun datar. kusi untuk menentukan luasnya.




*Menghitung luas gabung-





an beberapa bangun datar.






































Menghitung luas lingkaran Pengukuran *Mengingat kembali unsur- Menderkripsikan tentang jari- 1. Formatif 8 x 35 menit Buku paket

Luas unsur penting pada ling- jari dan diameter. 2. PR
Alat peraga


karan (jari-jari, diameter).
3. Tugas



*Mengingat kembali rumus Menyebutkan rumus luas ling- 4. Portofolio



luas lingkaraan. karan.




*Menghitung luas lingkar- Berdiskusi dan memecahkan




an. soal-soal.









Menghitung volume pris- Pengukuran *Mendeskripsikan prisma Mendeskripsikan prisma segi- 1. Formatif 14 x 35 menit Buku paket
ma segitiga dan tabung. Volume segitiga. tiga dengan unsur-unsurnya. 2. PR
Alat peraga


*Menemukan rumus vo- Berdiskusi untuk menemukan 3. Tugas



lume prisma segitiga. rumus volume prisma segitiga. 4. Portofolio



*Mendeskripsikan tabung. Mendeskripsikan tabung dengan




*Menemukan rumus vo- unsur-unsurnya.




lume tabung. Berdiskusi untuk menemukan




*Memecahkan soal-soal. rumus volume tabung.





Memecahkan soal-soal.


S I L A B U S







Nama sekolah : SD Islam Al Azhar 14 Semarang



Mata pelajaran : Matematika




Kelas/program : VI (enam)/Inti




Semester : I(Satu)











Standar kompetensi :Mengumpulkan dan mengolah data.



Kompetensi dasar Materi pokok Indikator Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Sumber/
waktu bahan/alat
Mengumpulkan dan mem- Penyajian data *Mengumpulkan data. Mengadakan survey sederhana. 1. Formatif 6 x 35 menit Buku paket
baca data.
*Membaca tampilan data. Membaca data absensi siswa 2. PR
Alat peraga


*Membuat kesimpulan dari Membuat ringkasan sederhana 3. Tugas



tampilan data yang telah dari data absensi siswa. 4. Portofolio



dibaca.










Mengolah dan menyajikan Penyajian data *Mengolah data. Menuliskan data hasil survey 1. Formatif 6 x 35 menit Buku paket
data dalam bentuk tabel.
*Menyajikan data dalam pada sebuah tabel. 2. PR



tabel.
3. Tugas





4. Portofolio

Menafsirkan sajian data. Penyajian data *Menentukan data teren- Berdiskusi untuk: 1. Formatif 8 x 35 menit Buku paket


dah. menentukan data terendah. 2. PR



*Menentukan data tertinggi menentukan data tertinggi. 3. Tugas



*Menentukan data yang menentukan modus. 4. Portofolio



sering muncul (modus) menentukan rata-rata.




*Menentukan rata-rata.































Mengetahui


Semarang, 12 Juli 2008
Kepala SDI Al Azhar 14 Semarang


Guru Bidang




























Markaban, S.Pd


Restu M. Hadi
readmore »»