SELAMAT DATANG DI DUNIA MATEMATIKA

27 Agustus 2009

Mengapa Matematika Jadi Momok

Matematika sebagai momok menakutkan bagi sebagian besar siswa tentu sudah kita amini sejak lama. Sering kita dengar cerita orang tua tentang betapa cemasnya mereka akan nilai matematika anak di sekolah. Belum lagi, begitu stresnya orang tua menjelang UAN ataupun UASBN. Sehingga terpaksa ada anggaran tambahan untuk guru les/privat matematika, demi jaminan nilai aman pada UAN atau UASBN.

Jika kita mau mencermati latar belakang masalahnya, kita tidak berhak menyalahkan begitu saja kecemasan para orang tua siswa. Sebenarnya, ada yang salah dalam pengajaran matematika di sekolah. Baik cara guru memperlakukan matematika, kurikulum sebagai learning screen, ketersediaan buku dan alat peraga, serta tujuan pengajaran matematika.

Kita mulai pada hakikat matematika. Menurut Herman Hudoyo dalam buku Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas: hakikat matematika adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang tersusun menurut urutan yang logis. Tepatlah, jika semua komponen pendidikan memandang matematika sebuah sistem yang memuat unsur-unsur saling berkaitan.

Guru Sering Salah Memperlakukan Matematika

Guru sebagai komponen utama pendidikan sering kali salah memperlakukan matematika. Banyak guru yang menganggap matematika hanyalah ilmu berhitung yang memuat angka-angka yang harus segera dipecahkan dengan rumus. Banyak pula guru yang seakan berlomba menciptakan rumus cepat guna menolong siswanya belajar. Belum lagi, kecenderungan guru yang hanya memberi rumus/cara pemecahan soal tanpa penanaman konsep secara matang terlebih dahulu.

Sering kali guru rajin memberikan PR pada siswa, tapi lupa memegang tanggung jawab untuk following up, feedback, maupun rewarding bagi anak didiknya. Ini wajib tidak diremehkan, karena ide-ide, struktur-struktur dan urutan logis sebagai hakikat matematika tercakup di sana. Bayangkan, jika seringkali PR anak menumpuk, sesering pula dengan keengganan guru untuk sekedar membahas, menanyakan kendala pada siswa atau memberikan pujian pada siswa yang telah memahami materi.

Jangan kaget, jika suatu saat kita naik angkot atau bus dikeluh-kesahi oleh orang tua murid akan anaknya yang waktunya habis untuk mengerjakan PR, tapi sampai di sekolah disinggung oleh guru sedikit pun tidak. Ini realita, banyak terjadi di sekolah. Intinya guru hanya mengejar tuntas kewajiban: rumus sudah diberikan, siswa diajak mengerjakan latihan di sekolah, dan siswa pulang membawa PR.

Batasan Maksimal Penjabaran Materi dalam Kurikulum Tidak Ada

Pernahkah anda mendengar keluhan anak anda tentang tugas atau PR dari sekolah. Begitu sulitnya PR itu hingga membuat anak anda menangis karena saking takutnya dengan bayang-bayang sangsi guru dalam pikirannya. Misalnya, anak anda baru kelas 4 SD tetapi mendapat PR tentang sudut terkecil yang dibentuk oleh jarum jam pada pukul empat lebih dua puluh menit. Untuk anak kelas 4 SD pantas ia menangis, karena ini materi di awal SMP. Anak kelas 4 SD harusnya baru mengenal apakah itu sudut lancip, tumpul dan siku-siku.

Satu contoh lagi, anak kelas 7 SMP mendapat PR tentang kesebangunan segitiga. Meski materi itu sengaja dikait-kaitkan dengan materi Perbandingan Segmen Garis, tetapi secara konsep tidak nyantol. Karena segmen garis adalah hanya salah satu unsur segitiga dan materi kesebangunan segitiga baru diterima siswa di kelas IX.
Dari dua contoh di atas, jelas ada yang tidak pas pada kurikulum kita. Batasan maksimal penjabaran materi tidak ada. Sehingga, guru sembarang menghubung-hubungkan materi yang harus sudah dikuasai siswa dengan materi yang seharusnya masih melewati beberapa materi prasyarat lainnya. Imbasnya, materi-materi yang telah diterima siswa tidak menemui tata urutan logis atau lebih gampangnya saling tumpang tindih tidak karuan. Siswa makin sulit membongkar kembali.

Buku sebagai Pendukung Pembelajaran Kurang Memadai

Jika jaman dulu banyak kita temukan siswa yang tidak mempunyai buku karena sedikit buku yang beredar. Tetapi sekarang kenyataan hampir berbalik: buku yang beredar banyak sekali, tetapi yang sampai ke tangan siswa sedikit sekali. Hal ini karena makin mahalnya harga buku akibat semakin mahalnya harga kertas dan biaya cetak.
Pemerintah pun tanggap. Ada beberapa daerah yang mencetak sendiri buku ajar untuk sekolah dari SD sampai SMA. Dengan mencetak sendiri, pemerintah daerah bisa mendistribusikan sendiri buku ajar hingga sekolah-sekolah pelosok sekalipun secara gratis.
Ini harus kita acungi jempol. Tapi bukan berarti masalah tak ada. Mulai dari mutu tinta cetak, kesalahan tata bahasa, pengeditan yang tidak maksimal dan yang fatal adalah ketidak-sesuaian dengan kurikulum masih sering ditemui. Kita harus maklum, itulah kemampuan maksimal pemerintah daerah.
Sedangkan, buku-buku yang beredar di pasar yang dikuasai oleh tiga penerbit raksasa harganya semakin melangit. Dengan beban hidup masyarakat yang makin berat, tentunya daya beli sebagian besar orang tua murid tak sanggup menjangkaunya. Sehingga ketersediaan buku sebagai penunjang pembelajaran matematika perlu kita cermati sebagai masalah.

Tujuan Pengajaran Matematika Masih Menggantung
Pada awal-awal tahun ajaran, pengajaran matematika biasanya lebih santai. Tetapi begitu masuk semester II makin seriuslah guru mengajar (kalau tidak mau dikatakan ngongso). Mulailah dibuat jadwal tambahan di sore hari. Diberilah les privat bagi siswa yang butuh perhatian khusus. Dipanggillah orang tua siswa yang kurang prestasinya. Kepala sekolah pun mulai rajin rapat dengan guru-gurunya. Dan guru-guru pun makin rajin nyereweti muridnya.
Hal ini bisa kita pandang sebagai kemajuan. Tapi di sisi lain kita boleh melihatnya sebagai kemunduran. Kemunduran? Yah, jika kita melihat dari tujuan pengajaran yang diinginkan.
Secara eksplisit, kita baru pada taraf asal siswa naik atau lulus. Kita belum masuk ke taraf bagaimana siswa setelah naik atau lulus. Padahal menurut E.T. Ruseffendi kegunaan pengajaran matematika di sekolah antara lain untuk berkomunikasi, meningkatkan kemampuan berpikir logik, menunjukkan fakta, menjelaskan persoalan, menunjang penggunaan alat-alat hasil tehnologi dan untuk peningkatan kebudayaan. Itulah sebenarnya tujuan pengajaran matematika di sekolah.

Kesimpulan
Dari hal-hal yang telah diuraikan di atas, tak perlu kita cari siapakah yang paling salah. Terpenting, kita harus segera berbuat sesuatu untuk memecahkan problem warisan ini. Para guru harus berubah, berkembang, karena metematika sendiri selalu berkembang setiap detiknya.
Untuk para guru, perlakukan matematika sebagai yang dianjurkan oleh E.T. Ruseffendi: bahwa matematika adalah bahasa. Bagaimana para guru bisa membuat murid menerima penanaman konsep dengan lebih komunikatif dengan bahasa yang mudah dipahami, bukan sekedar deretan rumus yang siswa sendiri tak tahu bagaimana cara mendapatkannya.
Juga yang perlu diperhatikan, hendaknya guru membuat sendiri batasan maksimal penjabaran materi sesuai dengan tata nalar siswa berdasarkan kelasnya, dan memperhatikan pula beberapa materi prasyarat.
Tulisan ini dibuat bukan untuk menggurui, karena semua yang tertulis juga merupakan masalah yang dihadapi penulis. Terakhir, kita harus sadar matematika tak akan pernah mati. Matematika hilang ketika peradapan manusia telah lenyap. Karena Matematika adalah buah peradapan. Teruslah maju para guru. Karena Matematika akan terus berkembang menyertai kita.
readmore »»  

MENJADI GURU YANG KOMUNIKATIF

“Guru komunikatif mampu berkomunikasi secara bermakna dengan siswa”.


Setiap hari di dalam kelas guru harus berhadapan dengan bermacam karakter murid. Bermacam pula latar belakang lingkungannya. Faktor-faktor lingkungan yang biasa menyertai siswa antara lain: kesalahan-kesalahan pedagogis, keadaan kesehatan dan situasi rumah atau sekolah (yang menghasilkan gangguan-gangguan emosional atau gejala-gejala gangguan psikis).
Tugas utama mengajar bukan melulu melakukan sesuatu bagi siswa, tetapi lebih berupa menggerakkan murid melakukan hal-hal sesuai yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Bukan pula menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku, tetapi mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motivasi-motivasi, dan membimbing siswa untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Yang mutlak diperlukan di sini adalah tersambungnya komunikasi. Tentunya, komunikasi dua arah. Dari guru ke murid dan sebaliknya.
Ada dua macam komunikasi yang kita kedepankan di sini: komunikasi verbal dan non verbal. Penggunaan komunikasi verbal di dalam kelas hendaknya didesain seefisien mungkin, sehingga pembelajaran tidak menggusur format siswa sebagai subyek dan sentra aktivitas belajar.
Rangkaian pembelajaran harus mengarahkan siswa kepada tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri. Kata-kata bernuansa dorongan dan penyemangat lebih dibutuhkan siswa daripada ceramah-ceramah pengulangan materi. Kita harus membuang jauh-jauh model pembelajaran yang mengebiri aktivitas murid di dalam kelas, contohnya pembelajaran yang mutlak bertumpu pada aktivitas guru dan mengesampingkan kebutuhan murid secara naluriah.
Sebelum mengajar guru hendaknya merancang suatu pola komunikasi tertentu untuk mengatasi permasalahan anak didik di kelas. Kita sadari, bahwa ada beberapa anak yang tidak cukup hanya dengan komunikasi verbal, tetapi masih perlu dengan pendekatan-pendekatan individual secara intensif.
Banyak pula siswa yang lebih membutuhkan model komunikasi non verbal. Misalnya dengan body language, curahan perhatian, tulisan-tulisan suportif di buku tulisnya, misal: hebat, pintar, dan sebagainya. Semua bergantung pada karakter dan lingkungan sosial yang menyertai murid.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh guru adalah komunikasi dengan orang tua atau keluarga siswa. Di mana guru bertugas memberikan pelayanan kepada orang tua siswa. Beberapa kendala yang bisa muncul antara lain: sikap orang tua terhadap pendidikan bermacam-macam; kesibukan orang tua; tingkat pendidikan orang tua bervariasi sehingga model komunikasinya pun berbeda-beda; kebijakan personalia administrasi sekolah. Untuk itu para guru hendaknya mulai mengimbanginya dengan mencoba berberapa tehnologi komunikasi untuk membuka akses dengan orang tua.
Penggunaan tehnologi komunikasi secara efektif mampu membantu kinerja guru terutama dalam pelayanan terhadap orang tua. Lewat E-mail orang tua dapat berkomunikasi dua arah dengan guru tanpa harus bersusah payah bertatap muka di sekolah. Dengan membuat blog para guru memberi kesempatan kepada banyak orang untuk membaca dan memahami buah pikiran guru demi kemajuan pendidikan Indonesia. Berarti fungsi sebagai Public Relation bisa juga dijalankan oleh guru.
Kesimpulannya, guru yang komunikatif adalah guru yang mampu menggunakan alat-alat komunikasi baik verbal maupun non verbal dalam rangka membina hubungan dengan siswa dan masyarakat untuk mencapai tujuan pendidikan.

readmore »»  

FORMULA BARU UNTUK PROBLEM KLASIK

“Krisis global yang menerpa negara-negara maju seolah sebagai pembenaran bahwa tehnologi saja tidak cukup mengatasi persoalan hidup. Kita perlu bentuk pendidikan yang memperhatikan aspek mental, moral, dan spiritual. Secara garis besar konsep tujuan pendidikan nasional sudah mampu mendefinisikan bentuk pendidikan tersebut. Tetapi pada tingkat implementasi yang terjadi justru sebaliknya.”

Tahun 2008 telah kita tinggalkan menyisakan permasalahan bagi pemerintah: sampai sejauh mana pendidikan memenuhi kebutuhan masyarakat. Krisis global yang menerpa negara-negara maju seolah sebagai pembenaran bahwa tehnologi saja tidak cukup mengatasi persoalan hidup. Tetapi kita perlu bentuk pendidikan yang multidimensi. Meliputi pendidikan mental, moral, dan spiritual.

Pendidikan mental lebih berguna untuk membekali masyarakat dalam menghadapi persoalan hidup yang makin berat. Ketersediaan BBM dan gas yang tak menentu, serta biaya sekolah yang makin menggila disadari atau tidak sangat membebani pikiran masyarakat.

Pengaruh budaya barat di tengah-tengah kehidupan masyarakat ikut andil menambah permasalahan hidup. Pergaulan bebas, narkotika, teknologi dunia maya (internet) adalah contoh kecil akar masalah moral masyarakat. Banyak tindakan kejahatan yang diilhami oleh gambar film impor dan berita dari internet. Lihatlah pesta pergantian tahun yang dihadiri pula oleh pejabat, bukankah itu budaya impor yang kita biarkan hadir di tengah-tengah himpitan ekonomi masyarakat. Daripada uang bermilyar-milyar itu kita bakar jadi kembang api lebih baik digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Untuk itu perlu pendidikan moral guna menyadarkan masyarakat.

Hidup semakin berat dan problematika hidup juga semakin beragam, apakah kita harus menyerah? Apakah kita hanya berpangku tangan menunggu perubahan jaman sambil menghitung hutang? Tentu tidak. Kita harus mampu merubah nasib kita dengan kegigihan kita sendiri. Dengan pendidikan spiritual masyarakat harus mampu mengatasi kesulitan hidupnya sebagai cara untuk menyalurkan semua potensinya.

Pemerintah sebagai sandaran masyarakat tentunya sudah mempunyai strategi sendiri untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Tetapi, pemerintah perlu juga membuat kalkulasi berapa persen kualitas pendidikan nasional berperan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pemerintah perlu meramu sebuah kurikulum yang mampu menjamin itu semua. Yaitu sebuah bentuk kurikulum yang mengakomodasi pendidikan mental, moral dan spiritual.

Secara garis besar konsep tujuan pendidikan nasional sudah mampu mendefinisikan bentuk pendidikan mental, moral dan spiritual. Yaitu membentuk masyarakat yang beriman, bertaqwa, berkualitas dan mandiri. Tetapi pada tingkat implementasi yang terjadi justru sebaliknya.

Ujian Nasional (UNAS) merupakan salah satu bentuk pengingkaran dari tujuan pendidikan nasional untuk membentuk masyarakat yang berkualitas dan mandiri. Kualitas dan kemandirian masyarakat tidak selalu bisa diukur dari nilai UNAS. Tetapi lebih pada kebermaknaan masyarakat itu di tengah-tengah lingkungan sosialnya.

Kita perlu juga menengok RUU BHP yang meresahkan masyarakat. Banyak pihak meyakini (terutama mahasiswa) bahwa RUU BHP mengingkari kedudukan lembaga sekolah atau perguruan tinggi sebagai lembaga sosial. Lembaga yang seharusnya memarginalkan hitungan untung dan rugi. RUU BHP seolah-olah menutup pintu bagi masyarakat miskin untuk memperoleh pendidikan tinggi yang merupakan haknya. Jika ini yang memang diinginkan, maka pemerintah gagal memberikan layanan pendidikan spiritual bagi masyarakat.

Sepantasnya pemerintah memikirkan paradigma baru untuk mengatasi persoalan hidup masyarakat. Pengentasan kemiskinan dengan cara-cara instan seperti pemberian BLT saatnya berganti dengan pendekatan yang lebih ke jantung permasalahan. Bahwa, masyarakat butuh model pendidikan yang mempersiapkan mereka secara mental, moral dan spiritual guna mengarungi hidup yang makin menantang ini. Masyarakat butuh formula baru untuk mengatasi problematika hidupnya yang sangat klasik, yaitu kemiskinan.
readmore »»  

PERLUNYA METODE PEMBUKTIAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODERN

Demi perubahan fundamental menuntut arus reformasi pendidikan matematika mencakup pelajaran baru pada pihak guru. Karena, cara para guru memahami matematika sangat mempengaruhi pengajaran mereka dan apa yang dipelajari siswanya. Reformasi tersebut meliputi perubahan substansial pada alam dan peran metode pembuktian matematika di sekolah dan perubahan dirancang untuk menyiapkan semua siswa dengan berbagai cara dan pengalaman dengan seluruh pembuktian tercakup dalam kurikulum matematika sekolah.

Mungkin hal tersebut sulit untuk guru. Karena kebanyakan guru memandang metode pembuktian hanya cocok bagi sebagian kecil siswa saja. Selain itu guru cenderung memandang metode pembuktian adalah sebuah strategi terbatas secara pedagogis, yakni sebagai topik studi bukannya sebagai alat untuk berkomunikasi dan mempelajari matematika.

Mengajar matematika merupakan suatu kegiatan guru agar siswa belajar untuk mendapatkan matematika, yaitu kemampuan, keterampilan dan sikap tentang matematika itu. Kemampuan, keterampilan, dan sikap yang dipilih pengajar itu harus relevan dengan tujuan belajar dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.

Berkenaan dengan gambaran di atas, perlu kiranya guru mengaplikasikan sebuah metode pengajaran: metode pembuktian. Metode ini berjalan dari yang tidak diketahui menuju yang sudah diketahui. Dimulai dengan apa yang harus dicari atau dibuktikan, kemudian mengaitkan dengan hal-hal yang diketahui dan hingga akhirnya diperoleh hasil. Dalam hal ini guru dan siswa perlu komitmen yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan pemahaman matematika siswa. Siswa belajar dengan mengaitkan pengetahuan terdahulu, sehingga guru hendaknya memahami apa yang telah siswa ketahui sebelumnya. Guru yang mendesain pengalaman dan pembelajaran untuk menjawab dan membangun pengetahuan yang baru.

Penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu cara untuk mengembangkan wawasan siswa tentang fenomena. Pembuktian matematika adalah suatu cara formal untuk mengungkapkan alasan dan justifikasi khusus. Dengan mengembangkan ide, melihat tanda-tanda, membuat kesimpulan, dan menggunakan hasil dalam semua cabang matematika, maka diharapkan siswa memahami matematika sebagai sebuah hal yang selalu masuk akal. Untuk itu sangat diperlukan kemampuan siswa membuat argumen-argumen yang meliputi deduksi logis yang kuat tentang kesimpulan suatu hipotesis.

Manfaat artikel ini bagi guru adalah memberikan gambaran bahwa matematika tidak selalu harus membenturkannya dengan siswa pada sebuah konsep abstrak yang membuat siswa jenuh. Selain itu memberikan masukan bagaimana melatih siswa berpikir kritis dan kreatif dalam membuat permasalahan, dan pemecahannya dengan memberi keleluasaan pada siswa untuk membuktikan kebenaran hasil pemecahan masalah tersebut. Dan lebih jauh, untuk membangun sistem pembelajaran matematika di Indonesia yang efektif.




readmore »»  

METODE PEMBUKTIAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Matematika merupakan pelajaran yang menakutkan bagi kebanyakan siswa. Terutama pada materi yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam. Misalkan materi trigonometri kelas X. Seringkali guru langsung memberikan rumus jadi tanpa didahului dengan asal-usul rumus tersebut. Sehingga hal ini membuat siswa kurang memahami konsep.

Untuk itu diperlukan sebuah metode pengajaran yang berporos pada siswa. Pembelajaran yang meminimalisasi peran guru sebagai sumber pembelajaran satu-satunya di kelas. Bisa dikatakan, sudah saatnya kita menghanyutkan diri pada arus reformasi pendidikan menuju samudera pendidikan yang sangat berkualitas baik proses maupun produknya.

Reformasi tersebut meliputi perubahan substansial pada strategi pembelajaran dengan peran metode pembuktian matematika di sekolah. Perubahan tersebut dirancang untuk menyiapkan semua siswa dengan berbagai cara, dan seluruh aspek pembuktian tercakup dalam kurikulum matematika sekolah.

Mungkin hal tersebut sulit untuk guru. Karena kebanyakan guru memandang metode pembuktian hanya cocok bagi sebagian kecil siswa saja. Selain itu guru cenderung memandang metode pembuktian adalah sebuah strategi terbatas secara pedagogis, yakni sebagai topik studi bukannya sebagai alat untuk berkomunikasi dan mempelajari matematika.

Mengajar matematika merupakan suatu kegiatan guru agar siswa belajar untuk mendapatkan matematika, yaitu kemampuan, keterampilan dan sikap tentang matematika itu. Kemampuan, keterampilan, dan sikap yang dipilih pengajar itu harus relevan dengan tujuan belajar dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.

Berkenaan dengan gambaran di atas, perlu kiranya guru mengaplikasikan sebuah metode pengajaran: metode pembuktian. Metode ini berjalan dari yang tidak diketahui menuju yang sudah diketahui. Dimulai dengan apa yang harus dicari atau dibuktikan, kemudian mengaitkan dengan hal-hal yang diketahui dan hingga akhirnya diperoleh hasil. Dalam hal ini guru dan siswa perlu komitmen yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan pemahaman matematika siswa. Siswa belajar dengan mengaitkan pengetahuan terdahulu, sehingga guru hendaknya memahami apa yang telah siswa ketahui sebelumnya. Guru yang mendesain pengalaman dan pembelajaran untuk menjawab dan membangun pengetahuan yang baru.

Penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu cara untuk mengembangkan wawasan siswa tentang fenomena. Pembuktian matematika adalah suatu cara formal untuk mengungkapkan alasan dan justifikasi khusus. Dengan mengembangkan ide, melihat tanda-tanda, membuat kesimpulan, dan menggunakan hasil dalam semua cabang matematika, maka diharapkan siswa memahami matematika sebagai sebuah hal yang selalu masuk akal. Untuk itu sangat diperlukan kemampuan siswa membuat argumen-argumen yang meliputi deduksi logis yang kuat tentang kesimpulan suatu hipotesis.

Dalam penelitian ini akan dirumuskan masalah sejauh mana peran metode pembuktian pada pembelajaran matematika materi rumus-rumus segitiga kelas X. Sebagai sampel adalah murid kelas X SMA Negeri Kayen Pati.

Manfaat penelitian ini bagi guru adalah memberikan gambaran bahwa matematika tidak selalu harus membenturkannya dengan siswa pada sebuah konsep abstrak yang membuat siswa jenuh. Selain itu memberikan masukan bagaimana melatih siswa berpikir kritis dan kreatif dalam membuat permasalahan, dan pemecahannya dengan memberi keleluasaan pada siswa untuk membuktikan kebenaran hasil pemecahan masalah tersebut. Dan lebih jauh, untuk membangun sistem pembelajaran matematika di Indonesia yang efektif.

readmore »»  

Cermat Memilih Sekolah

Sebagaimana memilih presiden, memilih sekolah untuk anak memerlukan strategi khusus. Sebab setiap sekolah berusaha merebut konsumennya dengan beragam kiat juga. Orang tua harus jitu jangan sampai ujung-ujungnya merasa kena tipu.

Mungkin benar kata banyak orang bahwa semua di dunia ini sudah bergeser. Sekolah yang dulu sebagai lembaga sosial, kini sudah berganti rupa sebagai lahan bisnis yang menggiurkan. Lihatlah biaya masuk di sekolah berlabel Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang membuat kita merinding. Orang tua harus mengeluarkan uang berkisar 10-20 juta persiswa baru hanya untuk barang yang berlabel “rintisan”.

Program RSBI dicanangkan oleh pemerintah memang bertujuan baik, yaitu memberikan standarisasi proses pendidikan yang setara dengan kurikulum berkonten internasional. Permasalahan yang kemudian muncul adalah sekolah-sekolah berlabel RSBI berani memasang tarif yang “gila-gilaan”. Dengan biaya masuk sebesar itu tentunya sekolah RSBI hanya mampu terjangkau oleh kaum berkantong tebal. Pertanyaan bodohnya: untuk apa uang itu?

Belum Layak

Banyak keluhan yang dilontarkan orang tua yang anaknya terlanjur masuk di sekolah RSBI. Mulai kemampuan guru mengajar yang biasa-biasa saja, fasilitas yang kurang memadai, hingga model pembelajaran bilingual yang membingungkan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa program RSBI belum layak dihargai sebesar itu.

Bila dirunut akar munculnya berbagai keluhan tersebut, kita dapatkan bahwa telah terjadi kesalahan interpretasi. Banyak sekolah berlomba mengejar label RSBI dengan memberikan kursus bahasa Inggris pada guru-gurunya, agar mereka mampu mengajar dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Sekolah tidak memperhitungkan kemampuan SDM guru-gurunya. Apalagi sebagian besar dari mereka sudah termasuk guru yang mendekati purna tugas.

Sebenarnya mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris bukanlah persoalan sulit. Yang penting murid faham dan tujuan pembelajaran tercapai. Tapi bukan itu standarisasi yang dianjurkan. Karena konten kurikulum internasional dalam kurikulum pendidikan kita harus menghasilkan murid yang tidak sekedar pintar berbahasa Inggris. Tetapi ketika murid tersebut ingin mendaftar pada sekolah di mana pun di seluruh dunia ini, ia akan masuk pada kelas yang “semestinya” tanpa ada penyesuaian-penyesuaian.

Persoalannya: sudahkah dunia mengakui level pendidikan kita?

Serahkan pada Anak

Idealnya sebagai orang tua tentu mendambakan anaknya bisa bersekolah di sekolah favorit dengan segala labelnya. Selain agar anak tidak menemui kesulitan belajar, juga bisa untuk kebangaan keluarga. Tetapi ada baiknya orang tua menyerahkan sepenuhnya pada anak karena merekalah yang akan merasakan semuanya. Biarlah anak memilih sekolah favorit yang diinginkannya.

Yang terpenting orang tua harus yakin bahwa sekolah yang diinginkan anak mampu memberikan jaminan prestasi sesuai/melampaui potensi anak. Karena sekolah yang hebat adalah sekolah yang mampu menghasilkan siswa berprestasi level 10 untuk siswa dengan potensi level 1.


readmore »»  

05 Agustus 2009

Silabus dan RPP

SILABUS DAN RPP

Sebelum mengajar hendaknya guru mempersiapkan diri dengan membuat rencana pengajaran (RPP).


Download
readmore »»  

03 Agustus 2009

Pengertian Tanda Sama dengan

Apakah Pengertian Tanda Samadengan?

Bukti dari Penyelesaian Persamaan

Aturan dalam matematika sama pentingnya dengan aturan seorang yang sedang meraih cita-cita untuk masa depan pendidikannya dan kesempatan kerja, aljabar menjadi poin utama baik didalam usaha perubahan dan penelitian pendidikan matematika. Pengertian dan penggunaan aljabar bergantung pada pengertian dari sejumlah konsep dasar, salah satunya adalah konsep persamaan. Tulisan ini fokus pada ‘pengertian tanda samadengan dan penggunaannya pada pemecahan persamaan aljabar’ di sekolah menengah.

Download
readmore »»