SELAMAT DATANG DI DUNIA MATEMATIKA

12 Mei 2009

Beberapa Aliran Teori Belajar


Aliran Teori Belajar

Menurut Atkinson dan Gredler Margaret Bell secara umum teori belajar dapat dikelompokkan dalam empat aliran, yaitu:

a. teori belajar behavioristik;

b. teori belajar kognitif;

c. teori belajar humanistik;

d. tori belajar sibernetik (Hamzah B. Uno, 2005:6).

A. Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)

Pandangan tentang belajar menurut aliran behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Artinya, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain: Thorndike, watson, Hull, dan Skinner.

Menurut Thorndike belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Menurutnya perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret atau yang nonkonkret.

Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati. Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.

Clark Hull mengemukaan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusi. Menurutnya tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup.

Skinner merupakan penganut paham neobehavioris yang mengalihkan dari laboratorium ke praktek kelas. Menurutnya deskripsi hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan perubahan tingkah laku menurut Watson tidaklah lengkap. Respon yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi itu akhirnya memengaruhi respon yang dihasilkan. Sedangkan respon tersebut juga menghasilan berbagai konsekuensi yang akan memengaruhi tingkah aku siswa.

B. Aliran Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil beajar. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tetapi, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Beberapa ahli yang mendukung teori kognitif adalah Piaget, Ausubel, dan Bruner.

Menurut jean Piaget proses belajar terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

1. proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa (asimilasi);

2. proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru (akomodasi);

3. proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (equilibrasi).

Bruner berpendapat bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya.

C. Aliran Humanistik

Teori ini memuat gagasan bahwa proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori humanistik lebih mendekati pada dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya. Teori ini dianut oleh Bloom dan Krathwohl, Kolb, Honey dan Mumford, serta Habermas.

Bloom dan Krathwohl mengemukakan tiga hal yang bisa dikuasai oleh siswa, meliputi: ranah kognitif, ranah psikomotor dan ranah Afektif. Tiga ranah itu tercakup dalam teori yang lebih dikenal sebagai Taksonomi Bloom.

Kolb membagi tahapan belajar ke dalam empat tahapan, yaitu:

a. pengalaman konkret;

b. pengamatan aktif dan reflektif;

c. konseptualisasi;

d. eksperimentasi aktif.

Habermas berpendapat bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Lebih lanjut ia mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu:

a. belajar teknis;

b. belajar praktis;

c. belajar emansipatoris.

D. Aliran Sibernetik

Teori beraliran sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Sama dengan aliran kognitif, teori sibernetik juga mementingkan proses, tetapi yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses. Karena informasi inilah yang akan menentukan proses. Teori ini dikembangkan oleh Landa, Pask dan Scott.

Menurut Landa ada dua proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu sasaran. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen menuju ke beberapa sasaran sekaligus.

Senada dengan Landa, Pask dan Scott juga membagi proses berpikir manjadi dua macam. Pertama pendekatan serialis yang menyerupai pendekatan algoritmik yang dikemukakan Landa. Jenis kedua adalah cara berpikir menyeluruh yaitu berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.

Peranan Teori Belajar dalam Praktek Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Gatot Muhsetyo,2007:26).

Lebih lanjut Gatot Muhsetyo mengemukakan bahwa salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika, yang sesuai dengan:

1. topik yang sedang dibicarakan;

2. tingkat perkembangan intelektual peserta didik;

3. prinsip dan teori belajar;

4. keterlibatan aktif peserta didik;

5. keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari;

6. pengembangan dan pemahaman penalaran matematis (2007:26).

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bawa teori belajar menjadi salah satu unsur yang berperan pada ketercapaian tujuan pembelajaran matematika di sekolah. Lebih jelas dikemukakan oleh Herman Hudojo bahwa pada prinsipnya tujuan belajar matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan teori belajar merupakan strategi terhadap pemahaman matematika (1988:95).

Teori belajar sebagai strategi belajar mengajar matematika dapat mengarahkan peserta didik untuk memahami dan menguasai matematika. Apabila memang diperlukan walaupun matematika itu abstrak, maka pendekatan konkret perlu disajikan terlebih dahulu (Herman Hudojo,1988:95).

Berkaitan dengan efektivitas pengajaran matematika, National Research Council merangkum:

“Guru yang efektif adalah guru yang dapat menstimulasi siswa belajar matematika. Penelitian pendidikan matematika menawarkan sejumlah bukti bahwa siswa akan belajar metematika secara baik ketika mereka mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri. Untuk memahami apa yang mereka pelajari mereka harus bertindak dengan kata kerja mereka sendiri memembus jurikulum matematika: menguji, menyatakan, mentransformasi, menyelesaikan, menerapkan, membuktikan, dan mengkomunikasikan. Hal ini pada umumnya terjadi ketika siswa belajar dalam kelompok, terlibat dalam diskusi, membuat presentasi, dan bertanggung jawab dengan yang mereka pelajari sendiri” (Turmudi,2008:71).

Dari uaraian tersebut jelaslah bahwa guru hendaknya memmahami kegunaan masing-masing teori belajar. Karena pemilihan teori belajar yang tepat dapat mempermudah proses belajar peserta didik untuk mencapai kompetensinya.

Dalam belajar matematika di sekolah dasar perlu kiranya untuk memperhatikan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah dasar, antara lain:

1. pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat;

2. kehidupan soasialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal bekerja sama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya;

3. semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaan tertentu juga semakin bertumbuhnya minat tertentu;

4. kemampuan berpikirnya masih dalam tingkat persepsional;

5. dalam bergaul, bekerja sama tidak membedakan jenis yang menjadi dasar adalah perhatian dang pengalaman yang sama;

6. mempunyai kesanggupan untuk memahami hubungan sebab akibat;

7. ketergantungan kepada orang dewasa semakin berkurang (Tim Dosen IKIP Malang,1987:115).

Herman Hudojo berpendapat bahwa peserta didik di tingkat sekolah dasar lebih sering menggunakan obyek-obyek yang mereka lihat. Pengalaman tangan pertama dengan obyek-obyek amat perlu untuk kepentingan belajar. Hal ini merupakan dasar bagi periode berpikir operasi konkret (1988:96).

Jadi amatlah perlu bagi pengajar untuk menentukan materi belajar yang akan diterima peserta didik, menggunakan teori belajar yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa dan bisa secara efektif meggunakannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.